Senin, 23 Oktober 2017

Krisis Terbaru Rohingya

Ketika serangan serupa terjadi terhadap pos polisi tahun lalu, militer Myanmar melancarkan tindakan pembalasan yang keras terhadap kaum Rohingya yang menyebabkan terjadinya dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat.
Seiring upaya ribuan orang untuk melintasi perbatasan, PBB mendesak pihak berwenang Myanmar untuk melindungi semua warga sipil 'tanpa diskriminasi.'
Ketegangan mendalam antara Muslim Rohingya dan mayoritas penduduk Buddha di Rakhine menyebabkan kekerasan sektarian yang menelan banyak korban jiwa di masa lalu.
Fleeing Rohingya refugees rests under a makeshift shelter, in Bangladesh on August 27, 2017Ribuan warga Rohingya, kebanyakan prempuan dan anak-anak, mengungsi ke Bangladesh sejak Jumat. (Reuters)

Kapan gelombang kekerasan terbaru ini dimulai?
Pada hari Jumat lalu, gerilyawan Rohingya yang bersenjatakan pisau dan bom buatan menyerang lebih dari 30 pos polisi di Rakhine utara, kata pemerintah.
Bentrokan-bentrokan lain dilaporkan terjadi pada akhir pekan, membuat ribuan warga sipil dari kedua komunitas tersebut terusir. Dilaporkan juga sejumlah kematian warga sipil.
Human Rights Watch mengatakan, data satelit menunjukkan kebakaran di setidaknya 10 wilayah. Pemerintah mengatakan bahwa militan membakar 'desa-desa kaum minoritas,' sementara para gerilyawan mengaitkan kebakaran tersebut dengan pasukan keamanan dan umat Buddha setempat.
Akses wartawan ke negara bagian Rakhine sangat dibatasi, sehingga sulit untuk mengkonfirmasi berbagai klaim itu, namun seorang pejabat Penjaga Perbatasan Bangladesh mengatakan kepada kantor berita AFP Selasa lalu bahwa, "Tadi malam kami mendengar tembakan senjata berat dengan senjata otomatis secara berkala dan melihat asap membumbung dari desa-desa yang terbakar di seberang perbatasan."
Kaum Buddha warga Rakhine juga meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan diri ke wilayah yang lebih aman. (Reuters)


Bagaimana situasi di perbatasan?
Jumlah warga Rohingya yang menyelamatkan diri ke Bangladesh terus meningkat sejak serangan hari Jumat 25 Agustus.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan bahwa sekitar 5.200 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh pada hari Minggu lalu. Dikatakan 'beberapa ribu orang' berada di kawasan di sepanjang perbatasan Myanmar sementara yang sudah berada di dalam wilayah Bangladesh jumlahnya lebih banyak lagi.
Sebagian besar yang berada di perbatasan adalah perempuan dan anak-anak, dan dilaporkan bahwa ada orang-orang yang terluka di antara mereka.
Sejumlah laporan juga menyebutkan adanya orang-orang yang dihambat untuk menyeberangi perbatasan. Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak Bangladesh untuk tetap membiarkan kaum Rohingya dalam upaya mereka menyelamatkan diri.
Hingga hari Rabu, sekitar 18.500 orang Rohingya - kebanyakan perempuan dan anak-anak - telah menyeberang masuk Bangladesh sejak serangan tersebut, kata Organisasi Internasional untuk Migrasi, IOM.
Sejak kekerasan meledak di Myanmar beberpa waktu lalu, Bangladesh sudah menjadi tempat penampungan ratusan ribu pengungsi Rohingya yang melarikan diri.
Di Myanmar sendiri muncul laporan tentang umat Buddha Rakhine yang bergerak ke wilayah selatan untuk menghindari kekerasan di negara bagian itu.
Apa yang dialami warga Rohingya?
Pemerintah Myanmar berkilah bahwa kaum Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh dan mengingkari hak kewarganegaraan mereka, walaupun banyak yang mengatakan bahwa mereka telah menetap di sana selama beberapa generasi.
Banyak yang tinggal di kamp penampungan sementara setelah dipaksa keluar dari desa mereka oleh gelombang kekerasan komunal yang menyapu Rakhine pada tahun 2012. Mereka tinggal di salah satu negara bagian termiskin di Myanmar, dan gerakan dan akses mereka terhadap pekerjaan sangat dibatasi.
Setelah serangan militan pada bulan Oktober 2016, militer melakukan operasi pembalasan yang keras, dan banyak warga Rohingya menuduh bahwa dalam operasi itu pasukan keamanan melakukan pemerkosaan, pembunuhan, pembakaran desa dan penyiksaan. Data dari PBB dan IOM menunjukkan, lebih dari 100.000 orang kini telah melarikan diri ke Bangladesh.
Badan hak asasi manusia PBB, dalam sebuah laporannya mengatakan 'kekejian tak terperi' telah terjadi di sana. PBB sekarang melakukan suatu penyelidikan resmi, walaupun pihak militer menyangkal telah melakukan tindakan-tindakan yang dituduhkan.
Pada hari Selasa lalu, kepala hak asasi manusia PBB Zeid Ra'ad Al Hussein menyebut kekerasan terbaru itu sangat menyedihkan padahal, katanya, hal itu dapat diperkirakan sebelumnya dan dicegah.
"Beberapa dasawarsa pelanggaran hak asasi manusia yang terus-menerus dan sistematis, termasuk tindakan aparat keamanan yang sangat keras terhadap berbagai serangan sejak Oktober 2016, hampir pasti merupakan salah satu penyebab terpupuknya ekstremisme kekerasan, dan akhirnya semua pihak rugi," katanya.

Senin, 04 September 2017

Kucing Paham Perasaan Anda

Berdasarkan penelitian terbaru, ada bukti kuat bahwa kucing sensitif dengan emosi manusia. Mereka seperti mampu mengetahui kapan manusia bahagia.
Moriah Galvan dan Jennifer Vonk dari Universitas Oakland di Kota Rochester, Negara Bagian Michigan, Amerika Serikat, mempelajari 12 kucing dan pemilik mereka. Dari pengamatan itu, keduanya mengetahui kucing memperlihatkan sikap berbeda manakala empunya tersenyum dan ketika mengernyit.
Saat pemiliknya tersenyum, kucing-kucing itu cenderung memperlihatkan sikap ‘positif’ seperti mengeluarkan suara khas, menggesekkan badan, atau duduk pada pangkuan majikan masing-masing. Ke-12 kucing itu juga tampak ingin menghabiskan waktu dengan pemilik mereka ketika sang empu tersenyum ketimbang saat mengernyit.
Dalam kajian yang dipublikasikan di jurnal Animal Cognition itu, Galvan dan Vonk mendapati pola berbeda saat ke-12 kucing tersebut dihadapkan pada orang tak dikenal, alih-alih majikan mereka. Pada percobaan ini, mereka menunjukkan sikap positif yang sama, terlepas apakah orang tak dikenal itu tersenyum atau mengernyit.

Hak atas foto2.0
Image captionKucing bisa membaca ekspresi muka manusia.

Hasil percobaan mengindikasikan dua hal: kucing bisa membaca ekspresi muka manusia dan kucing mempelajari kemampuan ini dalam kurun waktu tertentu. Inilah bukti meyakinkan pertama bahwa kemampuan kucing dalam mengenali ekspresi manusia sama dengan kemampuan anjing.
Lebih jauh, temuan Galvan dan Vonk mengindikasikan bahwa kucing dapat memahami emosi manusia, lebih dari yang kita perkirakan.
Meski demikian, bukan berarti kucing bisa berempati. Amat mungkin kucing belajar untuk mengaitkan senyuman majikan mereka dengan hadiah. Sebab, faktanya pemilik kucing cenderung memanjakan peliharaannya saat mereka dalam mood yang baik.
Kalaupun kucing tidak benar-benar memahami perasaan manusia, kajian Galvan dan Vonk mengisyaratkan bahwa kucing bisa mengetahui bahasa emosi manusia. Bahkan, yang lebih mendasar, kucing tertarik dengan manusia.

Hak atas foto2.0
Image captionRata-rata kesan manusia terhadap kucing ialah hewan itu tidak acuh.

“Apakah kucing benar-benar paham dan memberi perhatian kepada pemiliknya, manusia peduli dengan itu. Penelitian kami menunjukkan mereka mungkin tidak seacuh seperti yang kerap dituduhkan orang,” kata Vonk.
Mungkin perlu waktu yang lama untuk mengetahui tingkat intelektual emosi kucing karena respons mereka cenderung tak kasat mata.
Selain sikap positif seperti mengeluarkan suara khas dan menggesekkan badannya, Galvan dan Vonk mendapati bahwa kucing menunjukkan posisi tubuh tertentu di bagian telinga dan ekor. Gerakan itu dikaitkan dengan perasaan puas.
Perilaku kucing ini amat berbeda dengan polah anjing yang memberi respons berbeda saat dihadapkan pada ekspresi sedih dan marah pemiliknya. Pada kajian yang dilakukan 2011 lalu, anjing akan jelas-jelas menghindari seseorang yang terlihat marah.

Hak atas foto2.0
Image captionKucing menunjukkan posisi tubuh tertentu saat merespons emosi manusia.

Perbedaan respons anjing dan kucing pada emosi manusia dapat dilacak hingga ke era prasejarah.
Spesies anjing telah dijinakkan manusia sejak puluhan ribu tahun lalu. Kajian genetika pada 2015 lalu mengindikasikan bahwa proses itu dimulai 30.000 tahun lalu. Sebaliknya, kucing mulai dijinakkan sekitar 10.000 tahun lalu, kemungkinan di Timur Tengah.
Faktor sejarah tersebut menjelaskan bagaimana anjing beradaptasi dengan kehidupan manusia.
Namun, terlalu dini untuk menarik kesimpulan mengenai pola pikir kucing. Pemilik kucing masih harus belajar banyak tentang perilaku mereka. Kenyataan sederhana, kita bahkan tidak tahu mengapa kucing mengeluarkan suara khas.
Semoga bisa menginspirasi anda untuk menyayangi kucing...

Krisis Terbaru Rohingya

Ketika serangan serupa terjadi terhadap pos polisi tahun lalu, militer Myanmar melancarkan tindakan pembalasan yang keras terhadap kaum Roh...